Kamis, 01 Januari 2009

Museum Sebagai Sumber Belajar

MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Oleh : Iwan Hermawan, M.Pd.


Pendahuluan
Keberadaan Museum oleh sebagian masyarakat kita masih dianggap hanya sebagai penghias kota dan tempat menyimpan benda-benda kuno yang selalu dipenuhi oleh debu serta suasananya menyeramkan. Pandangan tersebut jelas keliru, karena menurut hasil Musyawarah Umum ke 11 International Council of Museums (ICOM) tanggal 14 Juni 1974, Museum mempunyai pengertian, “A museum is a non-profit making, permanent institution in the service of society and of its development, and open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, material evidence of people and their environment” (Hudson, 1977:1).
Fungsi Museum yang mulia tersebut dapat tercapai jika masyarakat sudi meluangkan waktu untuk berkunjung ke Museum dan menikmati benda koleksi pameran serta mencoba untuk memahami nilai yang terkandung dalam benda koleksi pameran tersebut. Melalui kunjungan ke Museum yang rutin dilakukan masyarakat, maka di Museum akan terjadi suatu transformasi nilai warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu ke generasi sekarang. Tetapi sayang, masih banyak orang, terutama generasi muda, yang enggan menginjakkan kakinya ke Museum karena dianggap tidak prestis dan tidak sesuai dengan tuntunan jaman. Mereka merasa lebih gengsi datang ke Mal atau tempat keramaian lainnya dibanding datang ke Museum, sehingga tidak heran jika banyak Museum, mengalami krisis pengunjung. Akibatnya, fungsi Museum sebagai transformator nilai warisan budaya bangsa kepada generasi berikutnya tidak dapat dicapai.
Sebagai suatu lembaga yang menyajikan berbagai hasil karya dan cipta serta karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat untuk dijadikan sebagai sumber belajar. Melalui benda yang dipamerkannya, pengunjung dapat belajar tentang nilai dan perhatian serta kehidupan generasi pendahulu sebagai bekal di masa kini dan gambaran untuk kehidupan di masa mendatang. Selain itu, melalui pemanfaatan museum sebagai Sumber Belajar, sebagai bagian dari pembelajaran dengan pendekatan warisan hudaya, diharapkan siswa dapat tumbuh menjadi generasi yang pintar dengan tidak melupakan akar budaya bangsanya. Menurut Hunter (1988), “The heritage education approach is intended to strengthen student’s understanding of concepts and the artistic achievements, technological genius, and social and economic contribution of men and women from diverse group” (Tujuan pendidikan dengan pendekatan warisan budaya adalah untuk memperkuat pengertian siswa tentang konsep dan hasil seni, kecerdasan dalam bidang teknologi, serta kontribusi perbedaan kelompok sosial ekonomi pria dan wanita).
Banyaknya Museum didirikan, tujuannya adalah untuk melestarikan dan mewariskan nilai budaya bangsa kepada generasi penerus agar nilai budaya bangsa tidak hilang ditelan jaman. Tetapi sayang, museum yang berdiri megah, mempunyai koleksi lengkap dan dipelihara dengan biaya yang tidak sedikit kurang mendapat perhatian dari Masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap museum sampai kini masih jauh dari yang diharapkan, artinya sedikit sekali orang yang tahu dan mau memahami bahwa museum bermanfaat bagi dunia pendidikan dan rekreasi, mereka umumnya memandang museum tidak lebih dari gudang tempat penyimpanan barang tua dengan suasana ruangan yang menyeramkan.
Belajar di Museum
Menurut Hilgard, “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)”. Sedangkan menurut Gagne, “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu sebelum mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tersebut” (Purwanto, 1990:84).
Menurut pandangan Modern, Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, seperti dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya (Hamalik, 1985:40-41). Dalam belajar menurut Thomas dalam Hamalik (1985:45) terdapat 3 tingkatan pengalaman belajar, yaitu : (1) Pengalaman melalui benda sebenarnya; (2) Pengalaman melalui benda-benda pengganti; (3) Pengalaman melalui bahasa.
Dari uraian tersebut menunjukkan, proses pembelajaran tidak hanya berlangsung dalam ruangan kelas di sekolah tetapi dapat juga berlangsung di lingkungan Masyarakat, sehingga Museum sebagai bagian dari Masyarakat merupakan salah satu tempat yang dapat dipilih oleh guru untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas, karena koleksi pameran dan diorama Museum dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan di dalam kelas, terutama materi yang berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia dan lingkungan. Menurut Boyer (1996), “Museum as educational institution teach us about the objects of lasting human interest and value” selain itu, Sunal dan Haas (1993: 294) mengungkapkan, “A trip a museum or restoration is often reported as a positive memory of the study of History”.
Kunjungan ke Museum akan sangat bermanfaat bagi tumbuhnya pemikiran kritis siswa jika dilaksanakan secara terprogram dan terencana dengan baik. Selama mereka berada di museum dan mengamati objek pameran diharapkan pikiran mereka bekerja dan objek pameran yang diamatinya dapat menjadi alat bantu belajar. Karena ketika kegiatan ini dilakukan, siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuan dalam berfikir kritis. Menurut Takai and Connor (1998) kemampuan berfikir kritis siswa meliputi : (1) Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati); (2) Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya); (3) Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati; (4) Predicting (kemampuan untuk memprakirakan apa yang terjadi berkenaan dengan objek yang diamati); (5) Summarizing (kemampuan membuat kesimpulan dari informasi yang diperoleh di Museum dalam sebuah laporan secara singkat dan padat).
Kemampuan kritis yang diharapkan dapat muncul ketika dan setelah siswa melakukan kegiatan kunjungan ke Museum tersebut dapat dicapai jika selama kegiatan kunjungan guru memberikan bimbingan secara khusus kepada siswa. Mereka tidak dilepas begitu saja dengan pengetahuan yang masih nol tentang materi yang akan dipelajari di Museum dan koleksi Museum itu sendiri. Selain itu, dukungan dari pengelola Museum sangat diperlukan guna menunjang pencapaian tujuan kunjungan ke Museum. Dukungan tersebut dapat dilakukan melalui upaya : (1) Menyediakan panel informasi singkat berkenaan dengan pembagian ruang dan jenis koleksi yang dipamerkannya di pintu masuk museum, sehingga pengunjung dapat memperoleh gambaran isi museum secara lengkap begitu masuk pintu museum, sehingga walau pengunjung hanya masuk ke salah satu ruangan, dia tidak akan kehilangan “cerita” yang disajikan museum; (2) Menyediakan panel-panel informasi yang disajikan secara lengkap dan menarik sebagai pelengkap benda koleksi pameran dan diorama; (3) Menyediakan berbagai fasilitas penunjang kegiatan pendidikan, seperti leaflet, brosur, buku panduan, film, mikro film, slide dan lembar kerja siswa (LKS), sehingga pengunjung dengan mudah mempelajari objek yang dipamerkan museum; (4) Khusus berkenaan dengan LKS, perlu dirancang LKS museum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing tingkatan usia siswa serta mampu membangkitkan daya kritis siswa sesuai dengan tingkatannya; (5) Museum perlu menyelenggarakan berbagai kegiatan permainan museum yang menarik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa akan objek yang dipamerkan.
Agar kegiatan kunjungan ke Museum dapat dilaksanakan secra optimal dan memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dijalin suatu kerjasama timbal balik antara pihak sekolah (guru) dengan pengelola Museum (kurator). Bagi guru, kerjasama ini diperlukan agar mereka dapat mempersiapkan siswa ketika akan berkunjung ke Museum. Sedangkan bagi pengelola Museum, jalinan kerjasama dengan pihak sekolah (guru) sangat bermanfaat terutama dalam penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan siswa selama di Museum.

Manfaat Kunjungan ke Museum bagi Guru dan Siswa
Kegiatan kunjungan ke Museum bukanlah suatu kunjungan yang hanya hura-hura atau hanya untuk berwisata. Karena melalui kegiatan kunjungan ke Museum, guru dan siswa dapat mempeoleh banyak manfaat terutama berkaitan dnegan peningkatan kemampuan memahami makna yang terkandung di balik suatu benda koleksi pameran Museum. Bagi Guru manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan kunjungan ke Museum, adalah : (1) Menambah pengetahuan serta wawasan siswa, terutama berkaitan dengan benda koleksi pameran Museum; (2) Menumbuhkan daya kritis dan kreatifitas siswa, terutama dalam membuktikan fakta dan teori yang terdapat dalam buku pelajaran atau yang dijelaskan oleh guru di depan kelas; (3) Mendidik siswa untuk mampu mencari dan menemukan jawaban sendiri atas berbagai pertanyaan yang muncul berkaitan dengan materi pelajaran; (4) Mempermudah guru dalam memberikan penjelasan pada siswa, karena selain teori juga dilengkapi bukti yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang disajikan; (5) Menghilangkan kejenuhan dan kebosanan siswa dalam belajar; (6) Membangkitkan semangat baru pada siswa dalam belajar, karena belajar tidak hanya dilakukan di dalam ruang kelas, melainkan juga di museum melalui kegiatan pengamatan benda koleksi pameran dan mempelajari informasi yang melengkapinya.
Bagi Siswa, setelah kegiatan kunjungan ke Museum diharapkan mereka memperoleh manfaat sebagai berikut : (1)Dapat mengetahui peninggalan sejarah budaya bangsa melalui koleksi yang dipamerkan Museum; (2) Menambah wawasan dan pengetahuan, karena banyak dari peninggalan bersejarah umat manusia dan lingkungan yang tidak tercantum dalam buku terdapat di Museum dalam bentuk benda koleksi; (3) Mengenal perkembangan kebudayaan manusia dan lingkungan melalui benda-benda koleksi yang dipamerkan Museum; (4) Menjawab rasa ingin tahu, terutama berkaitan dengan peninggalan sejarah budaya bangsa serta alam dan lingkungan.

Penutup
Semua orang setuju Museum merupakan tempat yang kaya akan berbagai informasi yang diperlukan oleh manusia yang berfikir. Tetapi tidak semua orang menyadari pentingnya untuk berkunjung ke Museum dan mempelajari apa yang dipamerkannya. Anggapan yang berkembang di masyarakat saat ini, Museum hanyalah sebagai “gudang” barang langka, tempatnya menyeramkan, serta hanya dianggap sebagai penghias dan pelengkap kota sehingga kurang prestis dan mengikuti jaman jika mengunjunginya, perlu segera dihilangkan dan berganti dengan pandangan seperti di negara maju, “museum merupakan tempat yang megasyikkan untuk berwisata dan belajar”.
Akhirnya melalui pemanfaatan Museum sebagai sumber belajar diharapkan keberadaan Museum tidak lagi hanya dianggap sebagai penghias dan pelengkap kota, tetapi dapat menjadi pusat transformasi nilai dan pengetahuan dari generasi pendahulu kepada generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Melalui kegiatan ini diharapkan tumbuh kesadaran di masyarakat, terutama generasi muda, bahwa berkunjung ke Museum merupakan sesuatu yang bermanfaat dan mengasyikkan. Setelah itu, diharapkan mereka dapat berkunjung ke Museum dengan tanpa paksaan tugas sekolah tetapi dengan kesadaran dan keinginan sendiri. Semoga ......

2 komentar: