Jumat, 02 Januari 2009

MENDAMBAKAN TROTOAR YANG NYAMAN

Oleh : Dr. Iwan Hermawan, M.Pd


Dewasa ini orang mengenal kaki lima sebagai orang yang memanfaatkan trotoar untuk mencari nafkah, terutama berjualan. Padahal, arti sebenarnya dari kaki lima adalah koridor khusus pejalan kaki dengan lebar lima kaki (sekitar 1,5 meter) yang berada di kedua sisi jalan atau lebih dikenal dengan istilah Trotoar. Tujuan pembangunan trotoar jelas memberikan kenyamanan bagi para pejalan kaki dan para pengendara kendaraan sehingga mereka dalam menikmati aktivitas masing-masing secara nyaman dan aman tanpa saling mengangganggu.
Keberadaan trotoar di banyak sudut kota telah banyak berubah fungsi dari fungsi utamanya sebagai koridor khusus pejalan kaki menjadi fungsi lain, yaitu sebagai tempat berjualan atau sebagai tempat parkir. Sedangkan orang yang berjalan kaki harus rela turun ke jalan dan berebut tempat dengan pengendara kendaraan.
Pergeseran fungsi dari trotoar jelas membuat ketidak-nyamanan para pejalan kaki, mereka tidak lagi bisa tenang berjalan sambil menikmati keindahan dan keramaian kota karena mereka harus ekstra hati-hati jangan sampai terserempet kendaraan yang lalu lalang, demikian pula sebaliknya para pengendara kendaraan juga harus benar-benar hati-hati agar tidak melanggar para pejalan kaki.
Di banyak sudut kota, malasnya orang berjalan di trotoar tidak hanya sebagai akibat dari peralihan fungsi, tetapi juga disebabkan oleh kondisi fisik trotoar yang seringkali membuat tidak nyaman untuk berjalan kaki. Lebar trotoar seringkali sempit, kurang dari satu meter dan curam serta banyak terpotong oleh pintu masuk ke halam rumah atau perkantoran atau toko. Akibatnya, walau tidak dipenuhi oleh pedagang kakilima para pejalan kaki tetap memilih berjalan di tepian jalan dan tidak memanfaatkan trotoar yang telah tersedia, karena resiko celaka karena terjembab atau terperosok lebih besar dan bisa lebih fatal dibanding jika berjalan di badan jalan.
Ketidaknyamanan orang berjalan kaki menelusuri trotoar juga disebabkan oleh banyaknya pihak yang melakukan “perusakan” terhadap trutoar dengan alasan pembangunan, seperti penggalian untuk kepentingan pemasangan jaringan Telepon, Listrik atau PDAM. Kegiatan “gali lobang tutup lobang” seolah tiada henti, satu instansi selesai berganti instansi lain dan demikian seterusnya. Selama kegiatan penggalian tersebut jelas masyarakat harus rela terganggu aktifitasnya, tetapi yang sering terjadi banyak bekas galian tidak diselesaikan secara maksimal oleh “pelaku” penggalian dan masyarakat pengguna hanya bisa menggerutu dalam hati serta berjalan di tepi jalanan dengan penuh kehati-hatian jangan sampai Celaka. Karena hanya itulah yang bisa dilakukan warga, mereka tidak punya kuasa untuk menuntut kenyamanan berjalan kaki walau itu adalah hak setiap pejalan kaki siapa pun orangnya, normal atau cacat.
Dari segi peraturan lalu lintas jelas apa yang dilakukan oleh masyarakat itu keliru dan dari sisi masyarakat juga sebenarnya tidak mau dirinya menantang bahaya dengan berjalan di badan jalan, tetapi apa daya para pejalan kaki di kita kurang mendapat perhatian dari para penentu kebijakan dalam pembangunan. Hal ini tampak dalam pembangunan jalan yang lebih memprioritaskan pengendara kendaraan dibanding pejalan kaki. Dari hari ke hari panjang dan lebar jalan selalu bertambah tetapi sayang dalam pembangunannya sering kali melupakan pembangunan trotoar, padahal antara pengendara kendaraan dengan pejalan kaki mempunyai hak yang sama dalam memanfaatkan akses jalan tersebut.
Selain kurangnya perhatian pemerintah dalam pembangunan sarana jalan buat pejalan kaki, kebiasaan masyarakat berjalan di badan jalan juga disebabkan oleh perubahan fungsi trotoar dari sebagai tempat berjalan menjadi tempat parkir atau menjajakan dagangan dan kegiatan usaha lainnya. Aktivitas ini jelas memaksa pejalan kaki untuk turun ke badan jalan dan mengambil jatah pengendara kendaraan.

Ketidaknyamanan berjalan kaki
Trotoar atau kaki lima merupakan tempat orang melakukan aktivitas jalan kaki, baik sekedar rekreasi atau sebagai upaya untuk mencapai tujuan. Pada awal pembangunan kota-kota modern di negeri ini, pemerintah kolonial Belanda dalam pembangunan sebuah jalan selalu menyediakan jalur pejalan kaki di tepi kanan dan kiri jalan yang lebarnya masing-masing lima kaki (1,5 meter) dari tepi badan jalan, tujuannya agar para pejalan kaki dapat menyusuri jalanan dengan nyaman tanpa was-was terserempet kendaraan.
Kalau dahulu ketika jalanan masih jarang kendaraan dan trotoar yang tersedia di tepi jalan cukup lebar, masyarakat merasakan nyamannya berjalan kaki, tetapi saat ini kenyamanan tersebut mulai hilang bagi para pejalan kaki karena setiap berjalan kaki di tepian jalan perasaan was-was akan bahaya yang mengancam selalu membayangi akibatnya berjalan kaki di jalan bukan lagi menjadi kegiatan yang menyehatkan melainkan suatu kegiatan yang mengundang bahaya.
Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh para pejalan kaki ketika menyusuri jalanan di perkotaan, saat ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya :
Tidak tersedianya trotoar atau kaki lima di pinggir jalan; Beralih fungsinya Trotoar menjadi tempat berjualan, parkir dan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan pejalan kaki terganggu akibat semakin sempitnya trotoar dan akhirnya mereka memilih turun ke badan jalan; Pembangunan trotoar yang kurang manusiawi, dimana trotoar yang dibangun lebih tinggi dari badan jalan dan banyak terpotong oleh jalan masuk ke halaman perkantoran, perumahan atau toko dengan posisi yang curam. Akibat harus naik turun ketika berjalan menyusuri trotoar, orang menjadi enggan untuk berjalan di atas trotoar karena harus ekstra hati-hati agar tidak celaka; Penggalian jalan dan atau trotoar yang sering dilakukan oleh berbagai instansi terkait untuk berbagai kepentingan seringkali tidak diselesaikan, karena trotoar dibiarkan berantakan dan berakibat pada terganggunya pengguna trotoar.
Akibat ketidak-nyamanan berjalan menyusuri trotoar, menyebabkan pejalan kaki secara terpaksa memilih harus memilih berjalan di badan jalan walau hal itu sangat membahayakan. Pejalan kaki hanya bisa menggerutu dalam hati dan tidak bisa protes karena dianggap sudah biasa walau pun mereka juga seharusnya memiliki hak yang sama memperoleh kenyamanan dalam berjalan kaki, sperti nyamannya pengendara kendaraan yang melaju di atas jalanan yang mulus.
Kenyataan ini menunjukkan pemerintah selaku pihak yang berwenang dalam pembangunan berbagai fasilitas kota kurang mampu meberikan rasa adil bagi warganya dalam menikmati fasilitas jalan. Pemerintah lebih mementingkan para pengguna kendaraan dibanding para pejalan kaki.

Kenyamanan berjalan kaki
Sebagai pengguna jalan, para pejalan kaki mempunyai hak yang sama dengan para pengendara kendaraan di jalanan yaitu melalui pembangunan trotoar yang memadai di tepian jalan, tujuannya adalah memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Bila hal itu bisa dicapai maka ketergantungan akan kendaraan, baik umum maupun pribadi, untuk menempuh jarak dekat yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki bisa dikurangi bahkan dihilangkan.
Agar para pejalan kaki dapat kembali merasakan nyamannya menyusuri trotoar serta agar para pengendara kendaraan bermotor mau mengistirahatkan kendaraannya dan ikut berjalan kaki untuk aktifitas yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, maka pemerintah dalam melaksanakan kebijakan pembangunan dalam bidang sarana jalan harus juga memperhatikan kenyamanan pejalan kaki, yaitu melalui upaya : (1) Melengkapi semua jalanan di kota dan jalanan yang menuju ke kawasan pemukiman dengan trotoar yang memadai sehingga pejalan kaki dapat nyaman berjalan tanpa dihantui rasa takut celaka; (2) Trotoar atau kaki lima perlu dibangun bukan hanya sekedar sebagai hiasan kota melainkan harus manusiawi, yaitu mampu memberikan kenyamanan bagi penggunanya termasuk para penyandang cacat. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : (a) Membangun trotoar yang melandai pada bagian yang terpotong oleh dengan jalan masuk; (b) sepanjang trotoar harus terhindar dari berbagai hambatan, termasuk pohon pelindung, yang dapat menghambat pejalan kaki, sehingga ketika di satu titik harus berpotongan dengan pohon pelindung maka trotoar tidak boleh terputus melainkan harus mengitarinya; (3) Mengembalikan fungsi trotoar yang telah ada kepada fungsi aslinya sebagai tempat pejalan kaki, yaitu dengan menghilangkan kegiatan perparkiran yang dilakukan di trotoar, karena trotoar bukan tempat untuk parkir; (4) Pengaturan pedagang kaki lima agar mereka dalam beraktivitas tidak mengganggu kenyamanan pejalan kaki, karena fungsi utama trotoar adalah untuk pejalan kaki bukan kegiatan usaha; (5) Mengembalikan kondisi trotoar pasca penggalian pada kondisi yang layak bagi pejalan kaki; (6) Untuk menghindari “gali lobang tutup lobang” di trotoar oleh berbagai instansi yang berkepantingan, maka dalam pelaksanaan kegiatan tersebut diharapkan bisa dilakukan secara bersamaan. Sehingga masyarakat tidak terlelu sering terganggu oleh aktivitas “perusakan” trotoar atau jalan. Untuk itu diperlukan suatu kerjasama yang antar pihak yang berkepentingan dalam mensinergikan program pembangunan jaringan bawah tanahnya; (7)Membangun saluran raksasa yang multi guna dibawah trotoar/jalan kota yang bisa menampung semua kebutuhan proyek pembangunan jaringan bawah tanah, seperti PDAM, Listrik, Telepon dan Saluran air kotor seperti yang dilakukan di negara-negara maju. Melalui upaya ini diharapkan pengguna jalan tetap nyaman dan bila diperlukan pemasangan instalasi baru tidak merusak infrastruktur jalan di atasnya.
Melalui upaya pengembalian fungsi trotoar kepada fungsi aslinya, yaitu sebagai tempat orang berjalan kaki serta meningkatkan kondisi trotoar untuk menjadi lebih manusiawi diharapkan kebiasaan orang berjalan kaki dapat ditumbuhkan kembali, karena selain menyehatkan tubuh berjalan kaki juga mampu mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor.
Keberadaan trotoar atau kaki lima yang manusiawi diharapkan selain mampu menjadikan masyarakat menjadi lebih tertib ketika berjalan di jalanan, juga diharapkan mampu menjadi daya tarik wisata dalam kota. Karena melalui kondisi trotoar yang nyaman dengan lingkungan yang mendukung bukan mustahil banyak diantara para wisatawan untuk berjalan kaki menyusuri jalanan kota sambil menikmati keindahan kota seperti halnya di banyak negara dimana taman-taman kota, blok perkantoran, eprumahan dan perbelanjaan menjadi daya tarik wisata jalan kaki.
Pada akhirnya kita hanya bisa bertanya “Kapan berjalan kaki di tepi jalan dapat dilakukan dengan nyaman sambil menikmati indahnya suasana sore atau pagi yang cerah dan indah ?” Jawabannya mungkin tidak hari ini, juga tidak besok tetapi yang jelas entah kapan baru bisa terwujud yang jelas mungkin di saat para pengelola kota sudah menyadari betapa indahnya berjalan kaki sore menyusuri trotoar sambil menikmati keramaian lalu lintas atau indahnya taman-taman kota. Semoga itu semua tidak hanya menjadi impian warga kota di siang bolong belaka.

1 komentar:

  1. trotoar adalah milik pejalan kaki, kembalikan hak pejalan kaki dengan tidak mempergunakan trotoar untuk kepentingan pribadi.

    BalasHapus